Gie yang menginspirasi
![]() |
Perkenalkan, saya adalah seorang bocah
yang tidak tahu-menahu tentang apa yang terjadi pada negeri kita saat ini,
tentang demokrasi yang dikuasai oleh oligarki ataupun birokrasi yang tak bisa
menghalau korupsi. Hari-hari saya dipenuhi dengan rutinitas yang hampir saja
membuat saya kehilangan rasa humanitas. Tugas sekolah yang menumpuk,
pelajaran-pelajaran yang tidak dimengerti, dan media sosial yang terus meminta
saya untuk tinggal lebih lama, semakin membuat saya lupa bahwa hidup ini bukan
hanya tentang tugas dan instatory, dan langkah ini bukan hanya sebatas halaman
rumah ke sekolah. Lebih dari itu.
Ingat sekali waktu itu, saya sedang membaca buku yang berjudul Catatan
Juang karyanya Bung Fiersa Besari, pada halaman 53 munculah nama Soe Hok-Gie.
Disitu, tidak banyak sosok Gie diceritakan, tapi cukup membuat saya penasaran.
Soe Hok-Gie? siapa sih dia? nama ini terasa asing bagi saya karena sebelumnya
memang belum pernah mendengar, tidak dibuku sejarah ataupun sekolah. Setelah
buku catatan juang habis dibaca, nama Soe Hok-Gie tetap berputar-putar dalam
ingatan saya. Sayapun berniat mencari
tahu tentang Gie di internet. Mulai dari biografi, aksi demonstrasinya di tahun
66, keberaniannya mengkritik rezim Orde Lama dan Orde Baru, hingga kisahnya
yang mendaki ke gunung semeru. Rasa kagum saya meluap-luap ketika satu-persatu
artikel yang saya baca menceritakan tentang bagaimana dia mempertahankan
idealismenya. Tidak cukup hanya membaca artikel di
internet, saya pun mencoba menyisihkan uang jajan sekolah saya untuk membeli
salah satu buku Soe Hok-Gie. Buku pertama yang saya beli adalah buku yang
berjudul Soe Hok-gie …sekali lagi. Sayangnya, saya tidak
mempunyai teman yang bisa diajak berdiskusi tentang buku ini, tentang siapa
sosok pemuda yang pemberani dan idealis bernama Soe Hok-gie. karena pada saat
itu, teman-teman saya lebih suka membicarakan tentang novel cinta-remaja.
Hingga akhirnya saya memutuskan untuk membaca buku itu tanpa membahasnya dengan
orang lain. Suatu hari, saat saya memposting salah
satu kutipan Soe Hok-gie di internet, salah satu teman online saya membalas
postingan saya, dia mengatakan bahwa dia juga sangat mengagumi sosok pemuda
yang bernama Soe Hok-Gie ini, dan kami berujung membicarakan Gie melalui via chatting.
Senangnya bukan main saat ada teman yang bisa diajak ngobrol tentang Gie haha. Saya pertama kali mengenal Soe Hok-Gie
satu tahun yang lalu, tepatnya dikelas 11 SMA. Dan Gie selalu saya bawa kemana-mana, ketempat
ramai seperti disekolah ataupun tempat yang sepi seperti di daerah pesawahan.
Dimanapun itu, Gie berhasil menarik saya untuk menelusuri kisahnya lebih lama.
Pernah suatu ketika saat saya sedang membaca buku tersebut, seorang teman saya
bertanya bahwa apakah saya kuat membaca buku yang lumayan tebal tersebut? buku
non-fiksi lagi, saya jawab aja namanya juga suka mau gimana lagi? Hehe. Gie, keberanianmu terhadap kebenaran,
kejujuranmu dilautan kebohongan, keteguhanmu mempertahankan idealisme yang kamu
perjuangkan, perlawananmu melawan kemunafikan, benar benar membuat saya semakin
kagum pada sosok pemuda yang tidak dikenal banyak orang namun, berguna bagi
banyak orang. Di
dalam ruangan gelap yang penuh nyamuk itu, kamu tuangkan segala keresahanmu
tentang pemerintahan yang sudah carut-marut pada masanya, kritikan terhadap
orang-orang yang semakin hari semakin otoriter dan diktator, tentang
teman-temanmu yang kemudian lebih memilih menjadi bagian dari mereka, juga
tentang kisah cintamu yang kandas. Saya tau Gie, sesaat kamu merasa lelah dengan semua
yang kamu lakukan, kritikanmu membuat mu diasingkan, memiliki banyak musuh dan
kesepian. Seperti katamu di dalam buku itu, “saya berpikir,
apa gunanya semua yang saya lakukan? Saya menulis, melakukan kritik. Makin
lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan
kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi, apa yang sebenarnya saya
lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan
tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang
konyol? Kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian.” Tapi tetap saja kamu bertahan dalam
langkah perjuangan. Dari sosok Gie
saya belajar bahwa jalan menuju kebenaran dan keadilan bukanlah jalan yang
mulus tanpa hambatan, tetapi harus siap menempuh jalan yang penuh kerikil dan bebatuan. Terimakasih
Gie, kamu telah memberikan semangat terhadap pilihan yang saya ambil, pada
keinginan yang saya semogakan, juga pada mimpi yang saya harapkan. Kamu
benar-benar luar biasa Gie! Gie, hingga akhir hayatmu pun, kamu tetap meninggalkan jejak. Seolah-olah kisahmu memang diperuntukkan bagi mereka yang sedang berjuang. Dan diatas puncak semeru yang gagah, ditengah asap belerang yang parah, kamu pergi. Katamu, “orang-orang seperti kita tidak pantas mati ditempat tidur” langkahmu memang tak pernah berhenti, tak pernah menyerah, terus melangkah menembus batas-batas pergerakkan, hinggga akhirnya kamu berbahagia dalam ketiadaan. Selamat jalan, Gie. Oleh: Wina Septianasari Instagram: @ winaasr_ |
Saya telat baca ini, tapi saya pun sama kagumnya dengan kamu. Senangnya menemukan teman yg memiliki kekaguman yg sama pada Gie.
BalasHapusBaru sekarang saya bisa rasakan apa kamu rasakan. Mengagumi intelektual indonesia yang pernah ada. Sama halnya dengan kamu, Saya juga orang yang tidak paham betul akan pemerintah yang kata Gie barang paling kotor, tapi saya bisa paham bagaimana perasaan menyuarakan kebenaran di tengah agungnya kesalahan. Terima kasih sudah membuat tulisan ini.
BalasHapus