Catatan Pengagum Soe Hok Gie

Tidak ada komentar

Sepuluh tahun yang lalu saat saya duduk di bangku kelas 2 SMA, untuk pertama kalinya saya mengenal sosok seorang Soe Hok Gie. Ketika kelas saya akan mengadakan sebuah ujian drama bahasa indonesia, seorang teman memberikan ide pada kelompok saya “gimana kalau kelompok kamu bawain kisah Gie aja?” begitu katanya waktu itu. Akhirnya teman saya itu merekomdasikan film GIE untuk menjadi bahan referensi kami. Sejak saat itulah saya tahu, bahwa saya telah jatuh hati pada sosok Soe Hok Gie, pada pemikiran-pemikiran idealisnya yang Ia tuangkan kedalam tulisan-tulisannya, pada puisi-puisinya yang romantis.

Di tahun 2012, entah sudah berapa kali saya sudah menyaksikan film GIE.  Disaat itu pula rasa kagum dan rasa cinta saya terhadap Gie makin menggila. Saat saya duduk di bangku kelas 3 SMA, saya mulai mencari buku-bukunya di toko buku meski hasilnya nihil saat itu. Lalu suatu hari saya ceritakan kekaguman saya terhadap Gie pada tante saya yang bekerja di Kompas Gramedia. Setelah itu saya dapat kiriman dari tante saya itu, dan ternyata saya dikirimi buku SOE HOK-GIE : Sekali Lagi yang langsung dari perpustakaan KG. Senangnya bukan main perasaan saya saat itu.

Di tahun 2013, ketika saya menjadi seorang mahasiswa. Tahun itu saya masih mencari buku-buku tulisan Gie. Suatu hari ketika saya berkunjung ke salah satu toko buku yang ada di Bandung, di salah satu raknya terdapat buku Catatan Seorang Demonstran. Tanpa pikir panjang saya langsung membeli buku itu. Di tahun 2013 juga saya pernah membuat tulisan tentang Gie. Tulisan itu saya beri judul “The Power of Soe Hok Gie”. Awalnya tulisan saya itu dibuat untuk memenuhi nilai mata kuliah kewarganegaraan dengan cara mengikuti lomba karya tulis. Tak disangka ternyata tulisan saya itu masuk 5 besar perlombaan karya tulis, dan saya satu-satunya mahasiswa yang berasal dari Fakultas Olahraga yang bisa masuk 5 besar. Saya tak pernah menyangka, sesuai dengan tulisan yang pernah saya buat “The Power of Soe Hok Gie” bisa benar-benar membawa saya sampai titik ini.

Ketika saya menjadi mahasiswa, saya juga mengisi waktu luang dengan masuk dalam organisasi mahasiswa. Saat saya berada di organisasi tersebut, apa yang digambarkan oleh Gie itu terasa nyata. Seperti dalam kutipan Gie yang satu ini : “Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.”
Kalimat itu benar-benar terasa nyata saat saya berorganisasi saat itu. Hingga akhirnya saya mewalan ketidak adilan yang ada, meski pada akhirnya saya tetap juga yang harus mengalah pada keadaan.

 Di akhir tahun 2016, menjadi sebuah pengalaman hidup yang takkan pernah saya lupakan. Di tahun itu saya mendaki gunung semeru. Iya mimpi yang saya pendam selama 4 tahun ketika mulai mengenal sosok Gie akhirnya menjadi sebuah kenyataan di tahun 2016 itu. Dan hingga sekarang pun Gie menjadi sosok inspirasi saya yang tak pernah tergantikan oleh siapapun, buku-bukunya yang selalu saya baca berulang-ulang, filmnya yang selalu saya tonton berulang-ulang, pemikiran-pemikirannya yang selalu saya teladani, puisi-puisinya yang selalu baca dan resapi berulang-ulang.

Gie...masih banyak kekaguman saya terhadapmu, tapi mungkin tulisan saya inipun takkan cukup mengisahkannya. Saya hanya bisa berterima kasih Gie. Terima kasih telah membuat saya tahu ada sejarah yang tak tertuliskan dalam buku sejarah yang pernah saya baca di masa sekolah. Terima kasih atas tulisan-tulisanmu yang selalu membuka cakrawala saya tentang dunia. Terima kasih telah pernah ada dan menuliskan pemikiran-pemikiran yang bisa membuat saya dan teman-teman terinspirasi. Terima kasih Gie untuk segalanya, Berbahagialah dalam ketiadaanmu.

By Ninis M

Instagram: @ninismsafitri



Tidak ada komentar :

Posting Komentar