“Gie, Kamu Tidak Sendirian”

Tidak ada komentar

Perkenalkan saya Suci Kurnia Putri. Saya merupakan salah satu Mahasiswi Pendidikan Sosiologi, Fakultas llmu Sosial, Universitas Negeri Padang. Sekarang saya memasuki semester ke-5 di perkuliahan. Baiklah, itu sekadar pengantar tentang diri saya. Disini saya akan menceritakan awal saya menggenal Soe Hok Gie. Saya mengenal tentang Soe Hok Gie sejak kelas dua SMA. Awalnya saya hanya sering membaca caption di salah satu akun yang kalau tidak salah namanya aktivis mahasiswa. Saya sering mencari di instagram tentang sejarah, kebudayaan ataupun yang lainnya. Karena saya menyukai sejarah dan sosiologi, saya mengikuti semua akun yang ada membahas tentang sejarah maupun sosiologi. 

Dan waktu itu, saat saya sedang mencari tentang Soekarno, saya menemukan sosok pemuda yang tengah duduk. Dan di akun tersebut tertulis caption “ Lebih baik diasingkan, daripada menyerah kepada kemunafikan,” begitu caption itu tertulis. Saya tertarik dengan kata-kata tersebut, dan saya memutuskan untuk mencari di google tentang sosok tersebut. Ya, saya langsung takjub dengan sosok beliau. Tiba-tiba saya merasakan bangga lahir di negeri ini. Dimana ada sosok pemuda yang berani melawan ketidakadilan. Seiring waktu berjalan, saya terus mengikuti apa saja yang terkait dengan sosok Soe Hok Gie. Saya selalu searching google dan saya menemukan film Gie yang dibintangi oleh Nicholas Saputra. Saya menonton film tersebut. Awalnya saya masih tidak terlalu paham, karena saat SMA saya masih tidak terlalu paham terkait sejarah. Tetapi, dari film tersebut saya semakin yakin bahwa sosok beliau adalah sosok yang pemberani.

Beranjak dewasa, saat duduk di bangku perkuliahan, kekaguman saya semakin menjadi-jadi. Saya bertekad ingin membeli buku yang berjudul catatan seorang demonstran. Saya dapat membeli buku tersebut saat semester dua. Saya setiap bulan selalu menabung, karena saya tahu kebutuhan akan perkuliahan memang penting semua. Tetapi saya bertekad untuk mengumpulkan uang dan membeli buku tersebut. Ya, keinginan saya terwujud, saya dapat membeli dua buku sekaligus. Pertama, catatan harian demonstran dan buku Albert Camus. Waktu itu saya mempunyai uang yang pas-pasan. Saya sebenarnya ingin membeli dua buku tentang Gie, tetapi uang saya tidak mencukupi dan akhirnya saya memutusakan membeli buku Albert Camus yang berjudul The Stranger. Buku yang berisi 385 halaman itu membuat saya semakin kagum. Saya malu dengan diri saya sendiri, saat berumur 14 tahun saya masih menjadi manusia yang labil dan tidak mau tahu apa yang terjadi. Tapi, lihatlah Gie saat berumur 14 tahun sudah memberikan minat pada sebuah literature dan sejarah. Halaman demi halaman terus saya baca. Sebagai remaja yang lahir di era Reformasi saya mungkin tidak terlalu paham apa yang terjadi pada masa  Orde Baru. Tetapi, sedikit demi sedikit saya sudah paham apa maksud dari Gie tersebut. Hingga, saya menamatkan buku tersebut selama satu bulan lebih. Sungguh, membaca buku yang tebal sering membuat saya pusing. Tetapi, buku ini membuat saya penasaran tentang sosok yang saya idolakan sejak SMA.

Saya kembali memutar tentang mahasiswa di kampus saya. Mereka menjadikan Gie sebagai idola mereka. Tetapi, ketika hak mereka dirampas mereka hanya bisa memberikan aksi tanpa teori. Memang benar, pemuda pada masa sekarang sungguh berbeda dengan yang dahulu. Pemuda sekarang hanya pandai mengkrtik tanpa membaca. Sehingga, aksi mereka tidak membuahkan hasil sedikit pun. saya malu melihat mereka yang sok berkuasa dan sering melontarkan nama aktivis dan menyeruakkan nama Soe Hok Gie di setiap kata yang mereka gunakan saat berdemonstrasi. Mungkin jika saya menceritakan Gie mungkin tidak akan menarik sedikitpun. Karena, saya tidak bisa berucap apa yang saya suka. Sangat susah untuk menjelaskan kenapa saya menyukai beliau. Saya selalu bergetar ketika nama itu tertera di media ataupun saat teman-teman menceritakannya. Dia Soe Hok Gie, kau selalu mengingat dan memikirakn negeri ini.

Seandainya engkau masih hidup saat ini, saya yakin negeri ini akan berubah atas tindakan yang engkau berikan. Sampai saat ini, belum ada satu orangpun yang dapat menggantikan sosokmu yang bergeriliya di pikiranku. Maka bolehkah aku ingin menjadi sepertimu.? Apakah aku boleh menyampaikan ketidakadilan yang terjadi? Bibirku seolah-olah kelu jika beragumentasi. Aku malu, aku menjadikanmu sosok yang akan menuntun ku menuju sebuah keberanian, tapi sampai saat ini aku masih gemetar jika berucap keadilan. Maka dari itu, izinkan aku selalu menjadikanmu sebagai tameng dalam sebuah pikiranku. Aku berjanji, akan sepertimu.

Mungkin itu hanya seulas tentang GIE. Kalau saya boleh jujur, saya sedikit tidak bisa menyampaikan apa yang saya sukai. Karena, suka tidak harus dijelaskan, tetapi saya berharap jika saya akan bisa merubah diri demi negri ini. Yang jelas Gie, Kamu Tidak Sendirian. Masih ada kami yang akan menyerukan ketidakadilan di negri ini. Semoga dirimu tenang di alam sana.

Instagram: @Sucikurniaputrii_

 

 


Tidak ada komentar :

Posting Komentar