How I Know Him

Tidak ada komentar

SOE HOK GIE. Nama yang unik untuk kalangan tokoh perlawanan Indonesia. Sangat ketara bukan nama pribumi. Siapa sih orang ini, beberapa kali namanya muncul dalam sebuah iklan film di televisi? Dan keingintahuan itu hanya sepintas terbersit di benak kemudian enyah.

Ramadhan 2006 kebiasaan keluargaku mudik ke rumah nenek dari ibu ke Blitar. Ibuku naik bus sedangkan aku dan bapak naik motor. Perjalanan dari Probolinggo skitar 4-5 jam. Tapi sayangnya, malu kalau mau cerita, tapi yasudahlah.. Aku mabuk perjalanan ketika mulai memasuki kawasan kabupaten Malang. Padahal naik motor hehe. Kan memalukan ngga sih? Hehe..

Untungnya ada saudara tinggal di Malang, jadi bapak mengungsikanku di sana sedangkan bapak melanjutkan perjalanan. Sebenarnya ingin sekali ikut lanjut perjalanan bersama bapak, tapi dari kesedihan itu ternyata membawaku ke kisah hidup yang lain dan menjadi awal aku mengenal GIE.

Saudaraku ini kebetulan memiliki usaha penyewaan DVD Film waktu itu, jadi cukup membunuh kekecewaan karena banyak pilihan film2 di rumahnya. Daaaan.....sebuah judul menarik perhatianku. Tidak asing ketika kubaca. “GIE”, tanpa ragu aku masukkan ke DVD Player dan dari awal filmnya tak pernah sekalipun mengusik fokusku.

“Sampaikanlah pada ibuku..

“Aku pulang terlambat waktu

“Ku akan menaklukkan malam

“Dengan jalan pikiranku..

Lirik lagu itu selalu terngiang sejak pertama aku mendengarkannya. Benar ya, soundtrack dan pemeran dari sebuah film akan sangat mempengaruhi kesuksesan film itu sendiri. Nikholas Saputra, Bang Eross dan Okta juga  Riri Riza sungguh berhasil! Film GIE sukses telak bagi pribadiku. Aku yakin juga pada semua yang sudah menontonnya!

Gie adalah sosok yang sangat menginspirasi. Sangat sangat malah. Di usia mudanya sudah memiliki kepribadian yang sangat matang dan teguh pendirian. Berbeda dengan anak seusianya kala itu dan bahkan hingga saat ini. Aku 12 tahun ketika tau sosok Gie. Dan dia bisa benar-benar merubah cara berpikirku.

Pemikiran seorang Gie remaja bukan pemikirana remaja ingusan dan pubertas receh. Dia peberontak dan pengkritik, lebih dari itu, Gie juga pejuang keadilan, penuh belas kasih dengan hati nurani yang murni, jujur, dan terbuka.

Wawasannya yang luas soal musik, film, sastra tapi juga tak tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan, politik, ideologi, dan juga cinta dengan alam. Satu paket komplit seorang aktifis yang tidak hanya modal mulut tapi juga otak dangan intensitas dan konsentrasi tinggi.

Gie memiliki banyak pemikiran cerdas, yang harusnya bukan hanya jadi cita-citanya sendiri. Isi pikirannya menginspirasi. Lewat tulisan, buku, dan semua opininya yang semua berdasar, tidak asal. Secerdas Gie, tidak akan memberikan omong kosong dan bualan semata. Apa yang dia katakan, cita-citakan tulus dari dalam hati. Semua itu tergambar nyata lewat semua tulisannya.

Aku masuk SMP ketika kegilaanku tentang Gie semakin menjadi. Aku cari biografinya di internet dan rajin sambang ke perpustakaan kota hanya untuk membaca ulang buku2nya.

“Lebih baik dikucilkan daripada menyerah pada kemunafikan”

Terpatri dalam hati. Hingga kini aku dewasa. Aku pernah dimusuhi oleh beberapa kawan, hanya karena tidak mau memberikan contekan saat ujian. Aku akan lemah dan menyerah jika tidak pernah tau sosok Gie sebelumnya.

“Guru yang tak tahan kririk boleh masuk kranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar dan murid bukan kerbau”

Surprise, Gie !! Aku kini seorang guru. Aku pernah berdebat dengan seorang muridku. Belum ada yang sekritis dirimu. Tapi satu hal yang kupegang teguh, aku bukanlah dewa dan tak akan jadi yang pantas masuk keranjang sampah. Muridku bukan kerbau, mereka adalah pensil kayu yang akan kuraut hingga runcing tapi kujaga agar tidak patah.

Gie, aku memang tidak seberani dirimu. Aku bukan pembela keadilan yang teguh. Aku bukan pemberontak dan penegak penyetaraan keadilan layaknya kamu. Tapi aku masih bisa membaca kebenaran. Dan selama aku hidup, akan aku ikhtiarkan semampuku. Sejauh Tuhan langkahkan kakiku, seluas Tuhan buka mataku. Karena ...

“Orang-orang seperti kita tidak pantas mati di tempat tidur”

 

Selamat jalan Gie, sampai jumpa di rumah kebenaran.

Nobody knows the troubles

I see nobody knows our sorrow

 Probolinggo, 2020

Ajeng Purwaning Asih

Instagram: @purwaning.ra

 


Tidak ada komentar :

Posting Komentar